sebuah menung
10
Disember 2013
21:42
Usai
berteleku di sejadah iman,
Ku kuak jendela kamarku nan indah,
Ku biarkan seketika,wajahku dipupuk bayu,
Silirnya bagaikan mencengkam tulang temulang,
Fokus pandangku mengintai sesuatu,
Dibalik dedaun pohonan yang menghijau,
Aku mencari sesusuk tubuh gigih,
Yang setia berpagi-pagian mencari sesuap rezeki,
Ku kuak jendela kamarku nan indah,
Ku biarkan seketika,wajahku dipupuk bayu,
Silirnya bagaikan mencengkam tulang temulang,
Fokus pandangku mengintai sesuatu,
Dibalik dedaun pohonan yang menghijau,
Aku mencari sesusuk tubuh gigih,
Yang setia berpagi-pagian mencari sesuap rezeki,
Aku
mencari sebatang arus hingar,
Yang saban hari setia berjasa,
Yang saban hari setia berjasa,
Kini hanya bunyi mengingatkanku,
Yang arus jasa itu,masih terus berjasa,
Hanya gerak kabur di celah dedaun itu memberitahuku,
Yang sesusuk gigih itu masih setia berkhidmat.
Ahh,ku
sedar sesuatu tentang pepohon menghijau itu,
Sesuatu yang tiada padaku,
Sesuatu yang tiada padaku,
Semakin
hari pepohon itu kian menjulang tinggi,
Kian
bercambah mendaki sigai impian,
Katanya padaku,suatu hari akanku gapai awan,
Katanya padaku,suatu hari akanku gapai awan,
Sekali
lagi aku tersentap,
Aku sedar
sesuatu tentang diriku,
Bukan
mataku yang kabur mengamati semua,
Tetapi hatiku yang buta menyelongkar makna
Tetapi hatiku yang buta menyelongkar makna
Pada
kanvas lukisan alam,
Sedang
aku masih disini,
Termenung
jauh di jendela ini,
Kubiarkan
kertas-kertas kosong tanpa tinta,
berserakan
dihembus nafas pagi,
Buku yang terkuak,masih dilembaran yang sama,tidak terusik
Buku yang terkuak,masih dilembaran yang sama,tidak terusik
Sampai
bila aku harus disini,tanpa sebarang tingkah
Sedangkan aku juga punya impian,
Memetik bintang bergelintangan di angkasa sana.
Sedangkan aku juga punya impian,
Memetik bintang bergelintangan di angkasa sana.
Sungguh
jaraknya semakin dekat andai aku mula mengorak langkah
tusimaza~
Comments
Post a Comment